Showing posts with label Akidah. Show all posts
Showing posts with label Akidah. Show all posts

Friday 10 February 2017

Secangkir Ilmu Paham

Tingkat terbawah dalam ilmu itu adalah "paham".Ini wilayah kejernihan logika berfikir dan kerendahan hati. Ilmu tidak membutakannya, malah menjadikannya kaya.

Tingkat ke dua terbawah adalah "kurang paham". Orang kurang paham akan terus belajar sampai dia paham ..., dia akan terus bertanya untuk mendapatkan simpul2 pemahaman yang benar ...!

Naik setingkat lagi adalah mereka yang "salah paham". Salah paham itu biasanya karena emosi dikedepankan, sehingga dia tidak sempat berfikir jernih. Dan ketika mereka akhirnya paham, mereka biasanya meminta maaf atas kesalah-pahamannya. Jika tidak, dia akan naik ke tingkat tertinggi dari ilmu.

Nah, tingkat tertinggi dari ilmu itu adalah "gagal paham". Gagal paham ini biasanya lebih karena kesombongan. Karena merasa berilmu, dia sudah tidak mau lagi menerima ilmu dari orang lain.
Tidak mau lagi menerima masukan dari siapapun (baik itu nasehat dll ), atau pilih-pilih hanya mau menerima ilmu (nasehat) dari yang dia suka saja ..., bukan ilmu yg disampaikan, tapi siapa yang menyampaikan ...?
Tertutup hatinya. 
Tertutup akal pikirannya.
Tertutup pendengarannya.
Tertutup logikanya.
Ia selalu merasa cukup dengan pendapatnya sendiri.
Parahnya lagi ...,
Dia tidak menyadari bahwa pemahamannya yang gagal itu, menjadi bahan tertawaan orang yang paham. Dia tetap dengan dirinya, dan dia bangga dengan ke-gagal paham-annya ...
"Kok paham ada di tingkat terbawah dan gagal paham di tingkat yang paling tinggi ? Apa tidak terbalik ?"Orang semakin paham akan semakin membumi, menunduk, merendah. Dia menjadi bijaksana, karena akhirnya dia tahu, bahwa sebenarnya banyak sekali ilmu yang belum dia ketahui, dia merasa se-akan2 dia tidak tahu apa-apa ...Dia terus mau menerima ilmu, darimana-pun ilmu itu datangnya. Dia tidak melihat siapa yang bicara, tetapi dia melihat ..., apa yang disampaikan ...!
Dia paham ...,

ilmu itu seperti air, dan air hanya mengalir ke tempat yang lebih rendah.Semakin dia merendahkan hatinya, semakin tercurah ilmu kepadanya. Sedangkan gagal paham itu ilmu tingkat tinggi, dia seperti balon gas yang berada di atas awan.Dia terbang tinggi dengan kesombongannya ..., Memandang rendah ke-ilmuan lain yang tak sepaham dengannya,Dan merasa akulah kebenaran ... !!!
Masalahnya ..., dia tidak mempunyai pijakan yang kuat, sehingga mudah ditiup angin, tanpa mampu menolak. Sering berubah arah, tanpa kejelasan yang pasti.Akhirnya dia terbawa ke-mana2 sampai terlupa jalan pulang ..., dia tersesat dengan pemahamannya dan lambat laun akan dibinasakan oleh kesombongannya ...
Dia akan mengakui ke-gagal paham-annya ..., dengan penyesalan yang amat sangat dalam.
"Jadi yang perlu diingat ...,
akal akan berfungsi dengan benar, ketika hatimu merendah ...
Ketika hatimu meninggi.., maka ilmu juga-lah yang akan membutakan si pemilik akal ..."
Ternyata di situlah kuncinya.
"Lidah orang bijaksana, berada didalam hatinya, dan tidak pernah melukai hati siapapun yang mendengarnya ..., tetapi hati orang dungu, berada di belakang lidahnya, selalu hanya ingin perkataannya saja yang paling benar dan harus didengar ... !!!"
"Ilmu itu open ending"
Makin digali makin terasa dangkal.
Jadi kalau ada orang yang merasa sudah tahu segalanya, berarti dia tidak tahu apa2 ... !!!"
Semoga bermanfaat. Aamiin
Share:

Friday 6 May 2016

Memohon Pembenahan ILLAHI Dalam Segala Urusan

بسم الله الرّحمن الرّحيم


Hal yang paling bermanfaat dalam meniti peristiwa di masa mendatang adalah mengamalkan do’a yang diamalkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Ya Allah, Perbaikilah kehidupan religiku, yang ia adalah benteng bagi segala urusanku. Perbaikai urusan duniawiku yang padanya kehidupanku. Perbaikilah akhiratku, yang kepadanya tempatku kembali. Jadikanlah hidup ini sebagai lahan uapayaku menambah segala kebajikan, dan jadikanlah mati sebagai titik henti bagiku dari segala keburukan” [Muslim, Shahih Muslim, Kitab Adz-Dzikr Wad-Du’a wat-Taubah wal Istighfar, bab At-Ta’awwudz min Syarri Ma’ Amila wa Min Syarri Malam Ya’mal]

Juga do’a beliau.

“Artinya : Ya Allah, hanya RahmatMu jualah yang kuharap. Karenanya titipkan diriku pada diriku walaupun sekejap mata, perbaikilah keadaanku seluruhnya Tiada Tuhan Yang Haq disembah kecuali Engkau” [Hadits Riwayat Abu Dawud dengan sanad Shahih].

Jika bibir seorang hamba mengucapkan do’a ini –yang mengandung kebaikan masa depan bagi nilai religinya maupun urusan duniawinya- dengan hati yang memusat dan niat yang benar, seiring berupaya merealisasikan hal itu dengan berbuat, niscaya Allah akan mewujudkan apa yang ia panjatkan dalam do’anya dan yang ia harapkan serta yang ia upayakan itu menjadi realita, dan kegelisahannya pun akan berubah menjadi kegembiraan dan kesukacitaan
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
=================================
🌎Sumber : [Disalin dari kitab Al-Wasailu Al-Mufidah Lil Hayatis Sa'idah, edisi Indonesia Dua Puluh Tiga Kiat Hidup Bahagia, Penulis Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa'di, Penerjemah Rahmat Al-Arifin Muhammad bin Ma'ruf, Diterbitkan Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta]

Share:

Wednesday 27 April 2016

Wajibkah Berpegang pada Salah Satu Madzhab?

Dr Wahbah AzZuhaili dalam bukunya Ar Rukhas Asy Syar’iyyah meletakkan satu judul: “Adakah beriltizam dengan mazhab tertentu perkara yang dituntut syarak?” Beliau menyebut tiga pendapat. Namun beliau telah mentarjihkan (memilih) pendapat yang menyatakan tidak wajib.

Kata beliau, “Kata jumhur ulama: Tidak wajib bertaklid kepada imam tertentu dalam semua masalah atau kejadian yang terjadi. Bahkan boleh untuk seseorang bertaklid kepada mujtahid manapun yang dia mau. Jika dia beriltizam (berkomitmen, berpegang teguh) dengan mazhab tertentu, seperti mazhab Abu Hanifah, atau Asy Syafi’i atau selainnya, maka tidak wajib dia memegangnya terus-menerus. Bahkan boleh untuk dia berpindah-pindah mazhab. Ini karena tiada yang wajib melainkan apa yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul-Nya tidak pula mewajibkan seseorang bermazhab dengan mazhab imam tertentu. Hanya yang Allah wajibkan ialah mengikut ulama, tanpa dibatasi hanya tokoh tertentu, dan bukan yang lain.

Firman Allah: “Maka bertanyalah kamu kepada Ahl al-Zikr jika kamu tidak mengetahui. “

Ini kerana mereka yang bertanya fatwa pada zaman sahabat dan tabi’in tidak terikat dengan mazhab tertentu. Bahkan mereka bertanya kepada siapa saja yang mampu tanpa terikat dengan hanya seorang saja. Maka ini adalah ijmak (kesepakatan) dari mereka baawa tidak wajib mengikut hanya seseorang imam, atau mengikut mazhab tertentu dalam semua masalah.

Katanya lagi: “Kemudian, pendapat yang mewajibkan beriltizam dengan mazhab tertentu membawa kepada kesusahan dan kesempitan, sedangkan mazhab adalah nikmat, kelebihan dan rahmat. Inilah pendapat yang paling kukuh di sisi ulama Ushul al Fiqh…Maka jelas dari pendapat ini, bahwa yang paling shahih dan rajih di sisi ulama Usul al-Fiqh adalah tidak wajib beriltizam dengan mazhab tertentu. Boleh menyelisihi imam mazhab yang dipegang dan mengambil pendapat imam yang lain. Ini karena beriltizam dengan mazhab bukan suatu kewajipan –seperti yang dijelaskan-. Berdasarkan ini, maka pada asasnya tidak menjadi halangan sama sekali pada zaman ini untuk memilih hukum-hakam yang telah ditetapkan oleh mazhab-mazhab yang berbeda tanpa terikat dengan keseluruhan mazhab atau pendetailannya”. (silakan merujuk: Al-Zuhaili, Dr Wahbah, al-Rukhas al-Syar’iyyah, halaman 17-19, Beirut: Dar al-Khair).

Sumber: hasanalbanna.com
Share:

Tuesday 29 March 2016

7 Pintu Neraka dan Siapa Para Penghuninya

Suatu ketika Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW dan menceritakan satu per satu pintu gerbang neraka. Ketika Rasulullah mendengar tentang pintu gerbang neraka ke-7, beliau menangis, dan bahkan sampai pingsan.

Ketika itu Jibril datang dengan raut wajah yang tidak biasa, maka Nabi SAW bertanya: "Mengapa aku melihat kau berubah muka?" Jawabnya: "Ya Muhammad, aku datang kepadamu di saat Allah menyuruh supaya dikobarkan penyalaan api neraka, maka tidak layak bagi orang yang mengetahui neraka Jahannam itu benar, siksa kubur itu benar, dan siksa Allah itu terbesar untuk bersuka-suka sebelum ia merasa aman daripadanya".

Lalu Rasulullah SAW bersabda: "Ya Jibril, jelaskan padaku sifat Jahannam." Jawabnya: "Ya. Ketika Allah menjadikan Jahannam, maka dinyalakan selama 1000 tahun, sehingga merah, kemudian dilanjutkan seribu tahun hingga putih, kemudian seribu tahun hingga hitam, maka ia hitam gelap, tidak pernah padam nyala dan baranya. Demi Allah, andaikan terbuka sebesar lubang jarum niscaya akan dapat membakar semua penduduk karena panasnya.

Demi Allah, andaikan satu baju ahli neraka itu digantung di antara langit dan bumi niscaya akan mati penduduk bumi karena panas dan basinya. Demi Allah, andaikan satu pergelangan dari rantai yang disebut dalam Al-Quran itu diletakan di atas bukit, niscaya akan cair sampai ke bawah bumi yang ke tujuh.

Demi Allah, andaikan seorang di ujung barat tersiksa, niscaya akan terbakar orang-orang yang di ujung timur karena sangat panasnya. Jahannam itu sangat dalam dan perhiasannya besi, dan minumannya dari air panas campur nanas, dan pakaiannya potongan-potongan api. Api neraka itu ada 7 pintu, jarak antar pintu sejauh 70 tahun, dan tiap pintu panasnya 70 kali dari pintu yang lain."

Kemudian Rasulullah SAW meminta Jibril untuk menjelaskan satu per satu pintu gerbang neraka tersebut. Jibril menjawabnya:

"Pintu yang pertama untuk orang-orang munafik, dan orang-orang yang kafir, namanya Al-Hawiyah. Pintu ke 2 diperuntukkan untuk orang-orang musyrikin bernama Jahim. Pintu ke 3 tempat bagi orang shobi'in (penyembah api) bernama Saqar.

Pintu ke 4 tempat iblis dan pengikutnya dari kaum majusi bernama Ladha. Pintu ke 5 bagi orang Yahudi bernama Huthomah. Pintu ke 6 tempat bagi kaum kafir bernama Sa'ir."

Sejenak Jibril diam, kemudian Rasulullah SAW bertanya: "Mengapa tidak kau terangkan penduduk pintu ke 7?"

Jibril sempat ragu untuk menjawabnya, tapi kemudian memberitahui Nabi Muhammad SAW siapa penduduk pintu ke 7 itu. Jibril menjawab: "Di dalamnya (Neraka Wail) orang-orang yang berdosa besar dari umatmu yang sampai mati belum sempat bertaubat."

Rasulullah SAW jatuh pingsan ketika mengetahui siapa penduduk pintu gerbang neraka ke-7, sehingga Jibril meletakan kepala Rasulullah SAW di pangkuannya. Setelah sadar, Nabi Muhammad SAW menangis, Jibril pun ikut menangis.

Kemudian Rasulullah SAW masuk ke dalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk sembahyang. Beliau juga tidak berbicara dengan siapapun selama beberapa hari, dan ketika sholat beliau menangis memilukan. Hati beliau sangat risau mengetahui bahwa ada umatnya yang akan masuk neraka.

Share:

Sunday 27 March 2016

4 Cara ALLAH Memberi Rezeki

1. REZEKI TINGKAT PERTAMA (YANG DIJAMIN OLEH ALLAH)
"Tidak suatu binatangpun (termasuk manusia) yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin oleh Allah rezekinya."(QS. 11: 6)
Artinya Allah akan memberikan kesehatan, makan, minum untuk seluruh makhluk hidup di dunia ini. Ini adalah rezeki dasar yg terendah.

2. REZEKI TINGKAT KEDUA
"Tidaklah manusia mendapat apa-apa kecuali apa yang telah dikerjakannya" (QS. 53: 39)
Allah akan memberikan rezeki sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Jika ia bekerja dua jam, dapatlah hasil yang dua jam. Jika kerja lebih lama, lebih rajin, lebih berilmu, lebih sungguh-sungguh, ia akan mendapat lebih banyak. Tidak pandang dia itu muslim atau kafir.

3. REZEKI TINGKAT KETIGA
“... Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. 14: 7)
Inilah rezeki yang disayang Allah. Orang-orang yang pandai bersyukur akan dapat merasakan kasih sayang Allah & mendapat rezeki yang lebih banyak. Itulah Janji Allah! Orang yang pandai bersyukurlah yang dapat hidup bahagia, sejahtera & tentram. Usahanya akan sangat sukses, karena Allah tambahkan selalu.

4. REZEKI KE EMPAT (UNTUK ORANG BERIMAN DAN BERTAQWA)
".... Barangsiapa yg bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
(QS.Ath-Thalaq/65:2-3)
Selamat menjemput rezeki, semoga berkah..
Share:

Saturday 26 March 2016

Konsepsi Ketuhanan dalam Islam

Oleh : Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A
(Ketua PP MUhammadiyah)

 بسم الله الرّحمن الرّحيم

DIA lah HU ALLAH yang esa yang patut disembah, tidak berputra dan tidak diputrakan

Masalah ketuhanan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Sadar atau tidak, semua orang pasti bertuhan dan melakukan penyembahan terhadap tuhannya itu. Persoalannya adalah tuhan yang disembahnya itu apakah Tuhan yang sebenarnya, yaitu Tuhan yang mencipta dan mengatur alam semesta, atau tuhan yang justru diciptakan oleh manusia?

Dalam perspektif Islam, pengakuan adanya Tuhan sudah ada pada diri manusia semenjak dia belum dilahirkan.

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”
(Qs. Al-A’raf 172).

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa sejak dalam alam rahim, sebelum ruh ditiupkan ke dalam tubuh, manusia sudah mengakui Allah sebagai Tuhannya. Oleh Ibnu Katsir meng hubungkan ayat ini dengan Surat Ar-Rum ayat 30 yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dengan fitrah mengakui keesaan  Allah SWT.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Qs. Ar-Rum 30).

Fitrah bertuhan yang dibawa manusia sejak sebelum lahir itu barulah merupakan potensi dasar yang harus dipe lihara dan dikembangkan. Apabila fitrah tersebut tertutup oleh beberapa faktor luar, manusia akan lari dan menentang fitrahnya sendiri. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyatakan betapa besarnya peran orang tua dalam memelihara dan mengarahkan fitrah tersebut supaya tetap dalam keislamannya.

“Tidak seorang pun yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah (yang akan berperan) menjadikan anak itu menjadi seorang Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi…” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Jadi, secara esensi, tak ada seorang pun yang tidak bertuhan. Yang ada hanyalah mereka memper tuhankan sesuatu yang bukan Tuhan yang sebenarnya, yaitu Allah. Dalam perspektif inilah kita menempatkan bahwa seorang ateis pun bertuhan, karena mereka mempertuhankan faham atau ideologi anti tuhan (ateisme).

Tanpa bimbingan wahyu yang diturunkan Allah SWT melalui para rasul-Nya, fitrah bertuhan itu akan disalurkan oleh manusia sesuai dengan pengalaman dan perkembangan akal pikirannya. Tatkala secara evolusi, melalui pengalaman, manusia sampai kepada faham satu tuhan, tetapi karena tidak ada bimbingan wahyu, tuhan yang mereka yakini itu bermacam-macam jenis dan namanya. Demikian pula ritual penyembahan tuhan itu pun beragam.

Bagaimana Islam memandang fenomena satu tuhan tetapi banyak jenis dan nama serta beragam cara penyembahannya itu ? Apakah keimanan mereka seperti itu dapat diterima dan dibalasi oleh Allah SWT di Akhirat nanti dengan surga? Tentu saja Islam tidak mengakuinya, karena yang menjadi pusat dan landasan segala sesuatu dalam Islam adalah tauhidullah (la ilaha illallah). Islam tidak hanya mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, tetapi juga menjelaskan nama-nama, sifat-sifat dan bagaimana cara mengesakan-Nya. Dengan sangat tegas Allah berfirman:

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Qs. Thaha 14).

“Hanya milik Allah al-asma’-al-husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut al-asma’-al-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (Qs. Al-A’raf 180).

Tauhid merupakan ajaran sentral seluruh Nabi-nabi mulai dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW. Semua rasul yang diutus oleh Allah SWT selalu mengajak umatnya untuk hanya menyembah Allah SWT semata. Allah berfirman:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)” (Qs. An-Nahl 36).

Ayat di atas menjelaskan bahwa tidak semua manusia mau menerima seruan para rasul, sebagian tetap dengan kesesatan mereka. Sementara di antara yang beriman pun, dalam perkembangannya ada yang menyimpang dari ajaran Tauhid, seperti yang dilakukan oleh  orang-orang Yahudi dan Nasrani yang masing-masing meyakini ‘Uzair dan Isa Al-Masih sebagai putra Allah. Al-Qur`an mengoreksi keyakinan yang sesat tersebut:

“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (Qs. At-Taubah 30).

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”
(Qs. Al-Ma`idah 73).

Jelaslah bahwa konsep ketuhanan yang benar hanyalah yang berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah, bukan konsep ketuhanan yang dibuat oleh manusia. Pluralitas ketuhanan dalam sejarah tidak hanya sekadar perbedaan nama dan cara bertuhan, tetapi juga substansi ketuhanan. Jika hanya sekadar bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia kata rabb dan ilah kita terjemahkan dengan Tuhan, atau dalam bahasa Inggris disebut God, tentu tidak jadi masalah, karena yang dimaksud dengan tuhan dan God itu adalah Allah SWT. Tetapi jika perbedaannya sampai kepada sifat dan af’al Tuhan, apalagi satu sama lain saling bertentangan, tentu perbedaan seperti itu tidak dapat dibenarkan.

Maka logika “yang penting bertuhan, soal nama dan cara bertuhan terserah kepada keyakinan dan kultur masing-masing,” tentu saja bertentangan dengan pandangan Islam.

Teori Kebenaran Agama

Islam adalah satu-satunya agama yang diturun  kan dan diridhai Allah SWT untuk umat manusia. Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, niscaya tidak akan diterima oleh Allah SWT. Doktrin ini ditegaskan Allah dalam dua ayat berikut ini:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”
(Qs. Ali Imran 19).

“Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di Akhirat termasuk orang-orang yang merugi” (Qs. Ali Imran 85).

Seluruh Nabi dan Rasul yang diutus oleh  Allah SWT membawa agama yang sama yaitu Islam. Dengan demikian seluruh nabi-nabi dan para pengikutnya adalah Muslimun. Tatkala orang-orang Yahudi dan Nasrani berebut mengklaim bahwa Nabi Ibrahim adalah pemeluk agama mereka, Allah membantahnya dan mengatakan bahwa Ibrahim itu Muslim.

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang Hanif dan Muslim dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik” (Qs. Ali Imran 67).

Nabi Ibrahim dan juga Nabi Ya’qub telah memesankan kepada anak-anaknya untuk menjadi orang-orang Islam.

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam” (Qs. Al-Baqarah 132).

Perbedaan ajaran yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul dari masa ke masa hanyalah dari aspek syariat, bukan dalam aspek akidah dan informasi tentang alam semesta. Allah berfirman:

“…Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang...” (Qs. Al-Ma`idah 48).

Sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir, Nabi Muhammad SAW membawa syariat (baca: agama) yang telah disempurnakan dan dinyatakan oleh Allah sebagai agama yang diridhai-Nya untuk seluruh umat manusia sampai Hari Akhir nanti. Allah berfirman:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan bagimu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (Qs. Al-Ma`idah 3).

Sebagai konsekuensi dari doktrin bahwa hanya Islamlah satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT, maka otomatis agama-agama lain yang dianut dan diyakini oleh sebagian umat manusia ditolak kebenarannya, bukan keberadaannya. Sekali lagi, yang ditolak adalah kebenarannya, bukan keberadaannya! Keberadaannya tidak ditolak karena Allah tidak mau memaksa manusia untuk memeluk agama Allah. Islam mengajarkan kebebasan memilih agama. Hanya saja jika manusia memilih agama selain Islam, di Akhirat nanti mereka termasuk orang-orang yang merugi.

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Qs. Al-Baqarah 256).

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (Qs. Yunus 99).

Jika kebenaran agama-agama lain selain  Islam ditolak, bagaimana kita memahami firman Allah berikut ini?

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (Qs. Al-Baqarah 62).

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa ayat ini turun dilatarbelakangi oleh pertanyaan Salman al-Farisi kepada Rasulullah SAW tentang teman-temannya dalam agama yang dipeluknya sebelum Islam. Teman-teman Salman itu mengerjakan ibadah shalat dan puasa menurut syariat yang berlaku sebelum Nabi diutus dan juga percaya dan memberikan kesaksian bahwa Nabi Muhammad akan diutus. Setelah Salman selesai memuji teman-temannya, Rasulullah menyatakan: “Hai Salman, mereka termasuk penghuni neraka.” Jawaban Rasulullah SAW itu terasa berat bagi Salman. Dalam pikiran Salman tentu timbul pertanyaan, kenapa harus masuk neraka padahal mereka telah beriman dan menjalankan syariat yang berlaku waktu itu. Andaikata mereka ber temu dengan Nabi seperti halnya Salman, tentu mereka akan ber iman juga. Kega lauan hati Salman itu dijawab oleh Allah dengan menu run kan ayat ini.

Setiap pemeluk agama Allah yang hidup pada zaman Rasul-rasul terdahulu atau sebelum Nabi Muham mad diutus, jika mereka benar-benar beriman dengan Allah dan Hari Akhir dan mengerjakan amal shaleh sesuai syariat yang berlaku waktu itu, tentu mereka akan men dapatkan ganjarannya, sama seperti ganjaran yang didapat oleh orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad SAW setelah beliau diutus. Andaikata orang-orang Yahudi dan Nasrani benar-benar mengimani dan mengikuti ajaran Taurat dan Injil sebagai kitab suci mereka, tentu mereka akan beriman dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW yang telah diberitakan kedatangannya dalam dua kitab suci tersebut. Karena Nabi Muhammad SAW diutus sebagai penutup dari rantaian Nabi-nabi dan Rasul-rasul sebelum nya yang kesemuanya membawa misi yang sama yaitu beribadah kepada Allah dan menjauhi Thaghut.

Itulah yang dilakukan oleh Abdullah Bin Salam dan Ubayya bin Ka’ab dari komunitas Yahudi Madinah, Tamim ad-Dari dan Adi bin Hatim dari komunitas Nasrani Madinah serta Raja Najasyi dari Habsyah. Itu jugalah yang dilakukan oleh Salman Al-Farisi yang sebelum masuk Islam adalah seorang pemeluk Nasrani dan pernah berguru kepada pendeta Buhaira.

Andaikata orang-orang Yahudi dan Nashrani yang mengaku beriman dengan Allah dan Hari Akhir tidak mau beriman dengan Nabi Muham mad SAW, maka mereka tidak termasuk yang mendapatkan janji Allah dalam ayat di atas (untuk mendapatkan pahala dari iman dan amal shalih nya), karena klaim keimanan mereka tidak benar dengan menolak kerasu lan Nabi Muham mad SAW. Dalam konteks inilah Nabi bersabda:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau bersabda: “Demi Zat Yang diri Muhammad berada dalam genggaman-Nya, tidaklah seorang pun Yahudi dan Nasrani dari umat ini yang mendengar aku kemudian meninggal dunia dan dia belum beriman dengan kerasulanku kecuali dia termasuk penghuni neraka” (H.R. Muslim).

Di samping itu, memahami Surat Al-Baqarah ayat 62 haruslah dalam kesatuan ajaran Al-Qur`an. Bukankah ayat-ayat Al-Qur`an satu sama lain saling menafsirkan. Hubungkan juga penafsiran ayat ini dengan ayat-ayat tentang iman dengan segala kriteria dan konsekuensinya. Apakah keimanan orang-orang Yahudi dan Nasrani sekarang ini sudah sesuai dengan kriteria keimanan yang dijelaskan dalam banyak sekali ayat-ayat Al-Qur`an? Siapa saja yang tidak beriman dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW, termasuk Ahlul Kitab, masuk dalam kategori penghuni neraka sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Surat Al-Bayyinah ayat 6:

“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”

Jadi, Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang tidak beriman dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW tidaklah yang termasuk dalam pengertian Surat Al-Baqarah 62, sehingga di akhirat kelak mereka tidak termasuk golongan yang selamat dari api neraka.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “kebenaran agama secara total” hanya ada pada Islam, sebagai satu-satunya agama Allah. Yang dimaksud dengan “secara total” adalah apabila kita menimbang dan menilai satu agama secara totalitas, bukan secara parsial. Hal ini berarti  Islam tidak menafikan “kebenaran parsial” yang ter dapat dalam agama-agama lain, terutama dari aspek muamalah dalam pengertian yang lebih luas, yaitu hubungan antara sesama manusia dan hubungan antara manusia dengan alam. Ajaran cinta kasih, tolong menolong, solidaritas, per satuan, keadilan, kejujuran, kebersihan, disiplin, menuntut ilmu, bekerja dengan rajin dan giat, memelihara lingkungan dan lain sebagainya akan kita temukan tidak hanya dalam ajaran Islam semata, tetapi juga pada ajaran agama-agama lain.

Dalam aspek muamalah ini Islam bersikap fleksibel, semua yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat diterima sebagai sebuah kebenaran. Dalam perspektif seperti itu kita menilai kebenaran yang terdapat dalam berbagai macam agama, bukan dalam pengertian totalitas sebagai agama.

Ada pandangan yang mengibaratkan agama sebagai “kendaraan menuju satu tujuan,” Pandangan ini menyatakan bahwa yang penting adalah tujuan yang sama, sedangkan kendaraan yang dinaiki dan jalan yang ditempuh boleh berbeda-beda, toh pada akhirnya semua akan sampai di tempat yang sama.

Pandangan ini tentu saja tidak dapat diterima oleh Islam. Dalam perspektif  Islam, perbedaan kendaraan dan jalan yang ditempuh itu memang dibolehkan, asal semua kendaraan yang dinaiki itu laik jalan, sehingga dapat mengantarkan ke tujuan dengan selamat dan jalan yang ditempuh pun menuju ke arah yang sama.

Apabila ajaran Islam dipelajari dengan baik dan rinci, kita akan mengetahui bagian mana yang tidak boleh berbeda dan bagian mana pula yang memberikan keleluasaan untuk berbeda. Bagian-bagian yang boleh berbeda itu sajalah yang dapat diibaratkan dengan kendaraan dan jalan yang beragam untuk mencapai tujuan. Misalnya, model bangu nan masjid boleh beragam, asal semuanya meng hadap kiblat. Warna pakaian boleh berbeda, asal semua menutup aurat. Model masjid dan pakaian dalam hal ini adalah dua contoh keraga man yang dibenarkan, yang dapat diibaratkan dengan kendaraan dan jalan yang berbeda itu, tetapi shalat menghadap kiblat dan menutup aurat adalah dua hal yang tidak dapat diibaratkan kendaraan dan jalan yang boleh berbeda, karena perbedaannya bersifat substantif.

Dua contoh ini cukup untuk sekadar ilustrasi bahwa dalam Islam ada ajaran yang statis, tsabit, tidak dapat dirubah dan berbeda, dan ada juga ajaran yang dinamis yang dapat menerima perobahan dan perbedaan.

Tidak semuanya dapat diibaratkan dengan kendaraan dan jalan untuk mencapai satu tujuan, apalagi menyamakan persoalan ketuhanan, kerasulan dan kitab suci sebagai hanya sekadar kendaraan dan jalan. Analogi seperti itu adalah analogi yang sangat lemah, baik dari segi logika maupun teologi.
—------------------—
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ  ۙ 
=================================
Sumber :Majalah Bulanan TABLIGH {www.alsofwah.com}
Share:

Friday 18 March 2016

Keutamaan Menyingkirkan Gangguan Dari Jalan

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan bahwa di antara cabang keimanan adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Beliau menuturkan bahwa amalan ringan tersebut merupakan cabang keimanan yang paling rendah. Perhatikan riwayat berikut:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْإِيْـمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيْـمَانِ.

Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh sekian cabang. Cabang yang paling utama adalah ucapan Laa ilaaha illaAllah (tiada sesembahan yang haq selain Allah), sedangkan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu merupakan salah satu cabang keimanan.” (HR. al-Bukhari & Muslim)

Namun, di balik itu, ternyata amalan ringan yang merupakan cabang keimanan paling rendah ini dapat mendatangkan keutamaan yang sangat didambakan seorang muslim. Apa itu? Satu kata, “SURGA”.

Di bawah ini beberapa hadis yang menjelaskan keutamaan menyingkirkan gangguan dari jalan. Semoga bermanfaat.

💧 HADIS PERTAMA

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنُ فَرُّوْخَ أَنَّهُ سَمِعَ عَائِشَةَ تَقُوْلُ: إِنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِيْ آدَمَ عَلَى سِتِّيْنَ وَثَلَاثِ مِائَةِ مَفْصِلٍ، فَمَنْ كَبَّرَ اللَّهَ وَحَمِدَ اللَّهَ وَهَلَّلَ اللَّهَ وَسَبَّحَ اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ اللَّهَ وَعَزَلَ حَجَرًا عَنْ طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ شَوْكَةً أَوْ عَظْمًا عَنْ طَرِيقِ النَّاسِ وَأَمَرَ بِمَعْرُوفٍ أَوْ نَهَى عَنْ مُنْكَرٍ عَدَدَ تِلْكَ السِّتِّيْنَ وَالثَّلَاثِ مِائَةِ السُّلَامَى فَإِنَّهُ يَمْشِيْ يَوْمَئِذٍ وَقَدْ زَحْزَحَ نَفْسَهُ عَنْ النَّارِ.

Dari Abdullah bin Farrukh bahwasanya ia mendengar Aisyah berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya setiap manusia dari Bani Adam diciptakan dengan tiga ratus enam puluh (360) persendian. Siapa yang bertakbir (Allahu akbar), memuji Allah (alhamdulillah), bertahlil (laa ilaaha illaAllah), bertasbih (subhaanAllah), beristighfar kepada Allah, menjauhkan batu dari jalanan orang, duri atau tulang dari jalanan orang, beramar makruf nahi munkar (memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kemungkaran) sejumlah tiga ratus enam puluh persendian itu, maka ia berjalan pada hari itu sedangkan ia benar-benar telah menjauhkan dirinya dari neraka.” (HR. Muslim)

💧 HADIS KEDUA

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلًا يَتَقَلَّبُ فِي الْجَنَّةِ فِي شَجَرَةٍ قَطَعَهَا مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيْقِ كَانَتْ تُؤْذِيْ النَّاسَ.

"Sungguh aku benar-benar melihat seorang berguling-guling di surga (merasakan kenikmatannya) disebabkan sebuah pohon yang ia potong dari tengah jalan yang sebelumnya mengganggu manusia.” (HR. Muslim)

💧 HADIS KETIGA

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَرَّ رَجُلٌ بِغُصْنِ شَجَرَةٍ عَلَى ظَهْرِ طَرِيْقٍ، فَقَالَ: وَاللَّهِ لَأُنَحِّيَنَّ هَذَا عَنْ الْمُسْلِمِيْنَ لَا يُؤْذِيْهِمْ، فَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ.

Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan: “Ada seseorang melewati sebuah pohon yang ada di tengah jalan, lalu ia berkata: ‘demi Allah, aku benar-benar akan menyingkirkannya dari kaum muslimin agar tidak mengganggu mereka,’ lalu orang itu dimasukkan ke dalam surga.” (HR. Muslim)

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan keutamaan besar dengan amalan ringan ini. Dengan membaca beberapa hadis di atas dan merenungi keutamannya, semoga diri kita termotivasi untuk mengamalkannya. Terlihat ringan, namun besar keutamannya.

Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk membiasakan diri menyingkirkan gangguan dari jalan, apapun bentuknya. Allahumma aamiin.

Via Telegram @iccdammamksa
Share:

Wednesday 16 March 2016

BAHAYA PEMAHAMAN PARSIAL TERHADAP ISLAM

Di antara bahaya-bahaya atas pemahaman seseorang yang parsial (tidak menyeluruh) terhadap agama Islam adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman parsial terhadap Islam akan menyempitkan Islam pada sisi tertentu sehingga Islam seakan hanya agama ritual yang beku di pojok masjid. Sementara urusan sosial, ekonomi, politik dan negara dianggap tidak ada hubungannya dengan Islam.

2. Pemahaman parsial akan pojokkan sunnah Nabi hanya sekitar shalat, jenggot dan lain sebagainya. Sementara sunnah Nabi yang besar di mana Nabi tidak hanya memimpin shalat tetapi juga memimpin pasar, pasukan dan negara, itu tidak diutamakan. Akibatnya sibuk menyerang sesama muslim sekitar ritual dan tampilan saja.

3. Pemahaman parsial cendrung ekstrim. Sebab dianggap Islam sangat kecil urusanya. Dari sini muncul penyimpangan-penyimpangan dalam akidah, ibadah dan bahkan permusuhan. Sebab dari sikap ekstrim akan muncul fanatisme golongan. Akibatnya warisan ilmu Islam yang agung diabaikan begitu saja.

4. Pemahaman Islam parsial cendrung membuat definisi yang parsial. Seperti seorang buta mendefinisikan gajah. Satunya mengatakan gajah itu seperti kipas karena yang ia sentuh hanya telinganya. Satunya mengatakan gajah itu seperti tiang karena yang ia sentuh kakinya. Satunya mengatakan gajah itu seperti cemeti karena yang ia sentuh belalainya. Akhirnya saling menghakimi dan saling menyalahkan. Padahal semuanya salah.

5. Pemahaman Islam parsial tidak akan bedakan mana ushul mana furu'. Maka semua dianggap ushuul. Akibatnya yang furuiyah diserang habis. Dengan alasan tidak ada dalilnya. Dan pelaku furuiyah dianggap sesat. Padahal kaidah ushul fikih mengataka, "Laa inkaara fil mukhtalaf fiihi. Tidak boleh ada pengingkaran dalam maslaah khilafiyah."

6. Dari sini kita paham mengapa Allah berfirman, "Udkhuluu fissilmi kaafah. Masuklah Islam secara kseluruhan bukan sebagian-sebagian." Lalu berfirman, "Walaa tattabi'uu khuthwaatisy syaithan. Dan janganlah ikuti langkah-langkah syetan." Sebab setiap pemahaman  yang tidak kaffah akan  mudah dipermainkan syetan.

Semoga Allah berkahi umat ini. Ayo kita bersatu agar kita kuat!

Oleh Ustadz Dr. Amir Faishol Fath 
Share:

Sunday 13 March 2016

10 HAK PERSAUDARAAN

 Asy-Syaikh Shalih bin Abdil Aziz Alu asy-Syaikh حفظه الله

▶️ Hak pertama: Seseorang mencintai saudaranya karena Allah, bukan karena sebuah tujuan duniawi.

▶️ Hak kedua: Seseorang memberi bantuan kepada saudaranya dengan harta dan jiwanya.

▶️ Hak ketiga: Seseorang menjaga kehormatan saudaranya.

Untuk menunaikan hak ketiga ini, ada beberapa bentuk:

~ Engkau diam, tidak menyebut aibnya.

~ Engkau tidak menanyainya dengan rinci.

~ Engkau menyimpan rahasia-rahasianya.

▶️ Hak keempat: Engkau menjauhi sikap buruk sangka terhadapnya.

▶️ Hak kelima: Engkau menjauhi perdebatan dengan saudara-saudaramu.

Perdebatan memiliki beberapa sebab:

~ Dia menunjukkan bahwa tidak bisa menerima (sebuah pendapat) karena memiliki sebuah sisi pandang.

~ Dia ingin membela (pendapatnya)

~ Dia tidak waspada dari penyakit-penyakit lisan

▶️ Hak keenam: Membantu saudaramu dengan lisan.

Hal ini memiliki beberapa bentuk:

~ Janganlah engkau kikir dengan lisanmu.

~ Engkau berterima kasih atas bantuannya.

~ Engkau memujinya ketika dia tidak ada bersamamu.

  Hak ketujuh: Memaafkan kesalahan/ketergelinciran.

▶️ Hak kedelapan: Merasa gembira dengan apa yang Allah limpahkan kepadanya dalam hal ilmu, agama, dan kesalehan.

▶️ Hak kesembilan: Ada ta’awun antara dirimu dan saudara-saudaramu, dalam hal kebaikan dan kesalehan

▶️ Hak kesepuluh: Ada musyawarah dan rasa kedekatan di antara orang-orang yang memiliki ukhuwah yang khusus.
Share:

Saturday 12 March 2016

Kafir yang Adil atau Muslim yang Dzalim?

Benarkah “kafir yang adil lebih baik dari pada muslim yang zalim.” Katanya ini perkataan Imam Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Apa itu benar? Ini banyak disebarkan di tengah mayarakat jakarta yang sedang tegang pemilu.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kita perlu membedakan antara menilai status dengan menjalin kerukunan. Ada banyak term dan sudut pandang ketika seseorang hendak menilai status. Dan standar dalam masalah ini adalah bagaimana Tuhan menilai, bukan semata logika manusia. Jika semua harus dikembalikan kepada logika manusia, tidak akan ada yang baku di sana. Di samping logika itu terbatas, masing-masing logika juga memiliki standar yang berbeda.

Bagi muslim, menilai baik dan buruk, dikembalikan kepada standar wahyu yang diturunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu al-Qura dan sunah, dan bukan semata logika.

Dalam teori humanis, semua manusia dianggap sama. Karena semuanya makhluk tuhan yang punya hak hidup yang sama. Tentu saja prinsip ini sangat berbeda dengan yang diajarkan dalam islam. Dalam al-Quran, Allah mengajarkan bahwa derajat manusia berbeda-beda tergantung dari tingkat ketaqwaan mereka kepada-Nya. Allah berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Manusia yang paling mulia di hadapan Allah adalah yang paling bertaqwa.” (QS. al-Hujurat: 13)

Karena itulah, orang muslim jelas tidak sama dengan orang kafir. Dalam al-Quran, Allah menyebut orang muslim yang beramal soleh dengan khoirul bariyah (sebaik-baik makhluk). Sementara orang non muslim disebut dengan syarrul bariyah (makhluk yang buruk).

Allah berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ ( ) إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. ( ) Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (QS. al-Bayyinah: 6-7).

Islam tidak mengajarkan rasis. Karena standarnya kembali kepada kedekatan dia kepada Tuhan, bukan kepada latar belakang suku dan ras. Siapapun yang muslim, apapun latar belakangnya, warna kulitnya, bentuk fisiknya, dst, mereka orang yang baik di hadapan Tuhannya.

Ini sangat berbeda dengan prinsip yang diajarkan dalam agama yahudi. Siapapun orang gentile dianggap hina. Maksud gentile adalah mereka yang bukan keturunan bani Israil. Sekalipun yahudi itu jahat, mereka lebih dihormati dari pada non yahudi yang baik. Karena penilaian mereka dibangun berdasarkan pemahaman rasis.

Kafir yang Adil atau Muslim yang Dzalim?

Keadilan memang landasan yang paling penting dalam sebuah pemerintahan, namun siapa bilang hanya orang kafir yang memilikinya? Kondisi yang sangat mustahil, ketika masyarakat muslim seantero jakarta kalah adil dengan 1 orang kafir. Logika mana yang bisa menjelaskan hal ini?? Kalimat ini diangkat penuh dengan muatan kepentingan.

Pernyataan bahwa “Pemimpin kafir yang adil lebihi baik dari pada pemimpin muslim yang dzalim” ini kalimat racun yang dihembuskan orang syiah untuk memberi kesempatan bagi orang kafir untuk menguasai kaum muslimin.

Kita simak pengakuan Dr. Thaha Dailami – da’i di Baghdad – Iraq, saksi sejarah Invansi Amerika ke Iraq –,

Bahwa manusia yang paling berperan dalam invansi USA di Iraq adalah orang syiah. Karena mereka punya kepentingan untuk menggusur muslim ahlus sunah.

Dalam artikelnya, Dr. Thaha Dailami menuturkan,

والملاحظ تاريخياً وواقعياً أن الشيعة – كلما هدد البلاد خطر خارجي، أوسعوا هم إلى استقدامه – يبدأون بإشاعة مقولة خطيرة، ونشرها بين الناس تنص على أن: (الكافر العادل خير من المسلم الجائر). وقد انتشرت هذه المقولة أيام التهديدات الأمريكية قبيل غزو العراق

Catatan sejarah dan realita, bahwa syi’ah – ketika negara mendapat ancaman dari luar – mereka (syiah) adalah manusia yang berusaha menyambut baik kehadirannya. Mereka awali dengan menyebarkan kalimat motivasi yang berbahaya. Mereka sebarkan di tengah masyarakat pernyataan,

الكافر العادل خير من المسلم الجائر

“Kafir yang adil lebih baik dari pada muslim yang dzalim.”

Mereka sebarkan pernyataan ini pada masa invansi amerika sebelum perang Iraq. (at-Tasyayyu’ wa Qabiliyah al-Isti’mar – bagian 1).

Dan ternyata ini sambungan dari sejarah syiah sejak masa silam. Sekitar tahun 656 H, bani Abbasiyah yang berdikari di Baghdad, tepatnya di masa Khalifah al-Musta’shim Billah, runtuh di tangan bangsa Mongol. Peran terbesarnya karena pengkhianatan yang dilakukan perdana menteri Ibnul Alqami, orang syiah rafidhah.

Tatkala pasukan Mongol mengepung benteng Kota Baghdad pada tanggal 12 Muharram 656 H, mulailah perdana menteri Ibnul Alqami menunjukkan pengkhianatannya. Dial orang yang pertama kali menemui pasukan Mongol, bersama keluarga, pembantu, dan pengikutnya menemui Hulaghu Khan untuk meminta perlindungan. Kemudain dia kembali ke Baghdad lalu membujuk Khalifah agar keluar bersamanya untuk menemui Hulaghu Khan dengan usulan, hasil devisa dibagi, setengah untuk Khalifah dan setengah untuk Hulaghu.

Berangkatlah Khalifah bersama para qadhi, ahli fiqh, kaum sufi, tokoh-tokoh negara, masyarakat dan petinggi-petinggi negara dengan 700 pengendara. Tatkala mereka hampir mendekati markas Hulaghu mereka ditahan oleh pasukan Mongol dan tidak diizinkan bertemu Hulaghu kecuali Khalifah bersama 17 orang saja. Mereka dengan mudah diteror, diancam, diintimidasi dan dipaksa agar menyetujui apa yang diinginkan Hulaghu.

Kemudian Khalifah kembali ke Baghdad bersama Ibnu al-Alqami dan Nashiruddin ath-Thusi yang sama-sama syiah. Di bawah rasa takut dan tekanan yang hebat, Khalifah pun mengeluarkan emas, perak, perhiasan, peramata, dan barang-barang berharga lainnya yang jumlahnya sangat banyak untuk diserahkan kepada Hulaghu. Akan tetapi sebelumnya, Ibnu al-Alqami bersama bersama Nashriuddin ath-Thusi sudah membisiki Hulaghu agar tidak menerima tawaran perdamaian dari Khalifah. Mereka pun mendorong Hulaghu agar menghabisi Khalifah.

Tatkala Khalifah kembali dengan membawa barang-barang yang banyak, Hulaghu justru menginstruksikan agar mengeksekusi Khalifah. Maka pada hari Rabu tanggal 14 Shafar terbunuhlah Khalifah al-Musta’shim Billahi.

Bersamaan dengan gugurnya Khalifah, pasukan Mongol pun menyerbu masuk ke Baghdad tanpa perlawanan yang berarti. Dengan demikian, jatuhlah Baghdad di tangan pasukan Mongol. Dilaporkan bahwa jumlah orang yang tewas kala itu adalah 2 juta jiwa. Tak ada yang selamat keucali Yahudi dan Nasrani serta orang-orang yang meminta perlindungan kepada pasukan Mongol atau berlindung di rumah Ibnu al-Alqami serta para konglomerat yang membagi-bagikan harta mereka kepada pasukan Mongol dengan jaminan keamanan pribadi..! (https://kisahmuslim.com/)

Untuk menyambut Hulaghu Khan sebagai penguasa Baghdad yang kedua, mereka menyebarkan kaliat di atas,

الكافر العادل خير من المسلم الجائر

“Kafir yang adil lebih baik dari pada muslim yang dzalim.”

Yang menyebarkan motivasi ini seorang tokoh syiah bernama Ibnu Tahwus.

Dalam catatan sejarah tokoh Syiah, Ibnu Thaqthaqi dinyatakan,

أن ابن طاووس أصدر فتوى لهولاكو بتفضيل الكافر العادل على المسلم الجائر

“Bahwa Ibnu Thawus menerbitkan fatwa untuk mendukung Hulaghu Khan, dengan lebih mengedepankan orang kafir yang adil dari pada muslim yang dzalim.” (al-Fakhri fil Adab as-Sulthaniyah, hlm. 17).

Mengingat Syiah itu tukang dusta, dengan mudah mereka menyebut itu pernyataan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Meskipun sahabat Ali berlepas tangan dari semua klaim mereka. Anda bisa pelajari:

https://konsultasisyariah.com/19991-doktrin-aliran-syiah-ya…

Mengapa syiah Membantu Orang Kafir?

Anda tidak perlu heran, karena syiah, saudara Yahudi dan pembela orang kafir. Banyak pengkhianatan yang dilakukan orang syiah untuk membela orang kafir.

Ahmad Nua’imi – mantan syiah yang dieksekusi mati – membuat syair, membongkar pengkhianatan syi’ah sepanjang sejarah, (dalam kurung adalah jawabannya),

من الذي غدر بالخليفة العباسي الراضي بالله؟ البويهيون (شيعة)

Siapa yang mengkhiyanati khalifah Abbasiyah Al-Radhi billah? Kaum Buwaihy (syi’ah)

من الذي مكن للتتار دخول بغداد؟ ابن العلقمي (شيعة)

Siapa yang membuka jalan bagi bangsa Tatar masuk ke Baghdad? Ibnu Al-Alqamy (Syi’ah)

من الذي كان يزين لهولاكو سوء أعماله؟ نصير الطوسي (شيعي)

Siapa yang menganggap baik tindakan Hulagu Khan? Naseer Ath-Thusy (Syi’ah)

من الذي أعان التتار في هجومهم على الشام؟ (شيعة)

Siapa yang membantu Tatar dalam penyerbuannya ke Syam? (Syi’ah)

من الذي حالف الفرنجة ضد المسلمين؟ الفاطميون (شيعة)

Siapakah yang bersekutu dengan prancis melawan kaum muslimin? Negara Fathimiyyah (Syi’ah)

من الذي غدر بالسلطان السلجوقي؟ طغرل بك البساسيري (شيعة)

Siapa yang mengkhianati kesulthanan Seljuk Raya? Tugril Bek al-Basasiri (Orang Syi’ah)

من الذي أعان الصليبيين على الاستيلاء على بيت المقدس؟ أحمد بن عطاء (شيعة)

Siapa yang membantu kaum salib menguasai Baitul Maqdis? Ahmad bin Atha’ (Syi’ah)

من الذي دبر لقتل صلاح الدين؟ كنز الدولة (شيعة)

Siapa yang mendalangi pembunuhan Sulthan Shalahuddin Al-Ayyuby? Kanzud daulah (Syi’ah)

من الذي استقبل هولاكو بالشام؟ كمال الدين بن بدر التفليسي (شيعة)

Siapa yang menyambut kedatangan Hulagu Khan di Syam? Kamaluddin bin badr Ath-Taflisy (Syi’ah)

من الذي سرق الحجر الأسود وقتل الحجيج في الحرم؟ أبو طاهر القرمطي (شيعة)

Siapakah yang mencuri Hajar Aswad dan membantai jama’ah haji di Masjidil Haram? Abu Thahir Al-Qarmathy (Syi’ah)

من الذي ساعد محمد علي في هجومه على الشام؟ (الشيعة)

Siapa yang membantu Muhammad Aly dalam penyerangannya terhadap Syam? (Syi’ah)

من الذي ساعد نابليون في هجومه على الشام؟ (الشيعة)

Siapa yang membantu Napoleon Bonaparte dalam penyerangannya terhadap Syam? (Syi’ah)

وحديثاً….

Dan terkini

من الذي يهاجم المراكز الإسلامية باليمن؟ الحوثيون (شيعة)

Siapa yang menyerang Markaz-Markaz Islamiyah di yaman? Kaum Hutsi (Syi’ah)

من الذي بارك الغزو الأمريكي لبلاد العراق؟ السيستاني والحكيم (شيعة)

Siapa yang memberkati invasi Amerika atas Syam? As-Sistany & Al-Hakim (Syi’ah)

من الذي بارك الغزو الصليبي لبلاد أفغانستان؟ إيران (شيعة)

Siapa yang mengapresisi invasi salibis atas Afghanistan? Iran (Syi’ah)

Semoga Allah menyelamatkan kita konspirasi orang kafir dan kaum syiah. Amin.

Sumber: konsultasisyariah.com
Share:

Sunday 6 March 2016

Mumpung Engkau Masih Bisa Membahagiakannya

Muhammad bin Sirin bertutur,
Harga kurma di zaman pemerintahan Utsman mencapai 1000 dirham. Maka Usamah pun menuju ke pohon kurna miliknya lalu ia pun melobanginya lalu ia keluarkan jantung kurmanya lalu ia memberikannya kepada ibunya untuk di makan. Orang-orang pun bertanya : "Apakah yang mendorongmu melakukan hal ini?, padahal engkau tahu bahwa pohon kurma harganya mencapi 1000 dirham?"
Maka Usamah menjawab,

إِنَّ أُمِّي سَأَلَتْنِي وَلا تَسْأَلُنِي شَيْئًا أَقْدِرُ عَلَيْهِ إِلا أَعْطَيْتُهَا

"Sesungguhnya ibuku meminta jantung kurma kepadaku, dan tidaklah ibuku meminta sesuatupun yang aku mampui kecuali akan aku berikan kepadanya" (Taariikh Dimasq karya Ibnu 'Asaakir)

Jika engkau masih mampu untuk memenuhi permintaan dan harapan ayah dan ibumu maka lakukanlah sebelum datang masa dimana :
- mereka meminta sesuatu yg tdk bisa engkau penuhi.
- mereka telah enggan untuk meminta lagi kepadamu karena jengkel kepadamu yang hanya bisa berjanji memberikan akan tetapi tdk memenuhi janjimu.
- mereka sudah tdk bisa lagi meminta kepadamu karena mereka berdua telah meninggal dunia.
- mereka jengkel dengan dirimu yang selalu semaksimal mungkin memenuhi permintaan istrimu, sementara untuk memenuhi permintaan orang tuamu maka sloganmu "Kalau sempat..." atau "Kalau masih ada sisa harta..."

✒️ Ustadz Firanda Andirja, MA
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

Share:

Friday 4 March 2016

Sikap Seorang Muslim terhadap Para Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu'alalaihi wa Sallam

Sikap Seorang Muslim terhadap Para Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu'alalaihi wa Sallam 🍂

بسم الله الرحمن الرحيم

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ

“Janganlah kalian mencerca sahabatku, janganlah kalian mencerca sahabatku, demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, andaikan seorang dari kalian bersedekah emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan menyamai segenggam emas yang disedekahkan oleh sahabatku, tidak pula separuhnya.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu]

#Beberapa_Pelajaran:

1. Hadits yang mulia ini menunjukkan jeleknya orang-orang Syi'ah yang suka mencela dan merendahkan bahkan mengkafirkan mayoritas sahabat Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam.

➡️ Sampai dikatakan para ulama; Apabila ditanyakan kepada orang-orang kafir Yahudi; siapakah generasi terbaik kalian, pasti mereka akan menjawab para sahabat Nabi Musa 'alaihissalaam.

➡️ Demikian pula orang-orang kafir Nasrani apabila ditanya; siapakah generasi terbaik kalian, pasti mereka menjawab para sahabat (Nabi) Isa 'alaihissalaam.

➡️ Namun apabila ditanyakan kepada orang-orang Syi'ah; siapakah generasi terjelek, maka mereka akan menjawab para sahabat Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam.

2. Pada hakikatnya yang mereka cela adalah Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam sendiri, karena beliaulah yang mendidik dan membina para sahabat, dan beliau mau bersahabat dengan mereka sampai wafat, bahkan beliau memuji mereka dan dengan tegas melarang kaum muslimin mencela mereka sebagaimana dalam hadits yang mulia ini.

➡️ Bahkan lebih dari itu, yang mereka cela sesungguhnya adalah Allah subhanahu wa ta'ala, karena Dia-lah yang memilih mereka untuk menemani dan membantu Nabi-Nya yang paling mulia, mereka pun telah menunjukkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta pengorbanan yang luar biasa di jalan-Nya, hingga Allah meridhoi dan menjamin surga bagi mereka.

Sebagaimana firman-Nya,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيم

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [At-Taubah: 100]

3. Para sahabat adalah umat terbaik, maka sudah sepatutnya mereka dijadikan teladan dalam beragama.

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam pun bersabda,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kenudian generasi setelahnya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu]

Sahabat yang Mulia Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata,

من كان منكم متأسيا فليتأسى بأصحاب رسول الله فإنهم كانوا أبر هذه الأمة قلوبا وأعمقها علما وأقلها تكلفا وأقومها هديا وأحسنها حالا قوم اختارهم الله لصحبة نبيه وإقامة دينه فاعرفوا لهم فضلهم واتبعوهم في آثارهم فإنهم كانوا على الهدى المستقيم

“Barangsiapa diantara kalian yang mau meneladani maka hendaklah meneladani sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, karena mereka adalah umat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit membebani diri, paling lurus petunjuknya dan paling bagus keadaannya. Mereka adalah satu kaum yang Allah pilih untuk menemani Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak-jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” [Dzammut Ta’wil, hal. 32 no. 62]

Taawundakwah.com, [04.03.16 16:56]
[Forwarded from www.sofyanruray.info]
4. Diantara prinsip dasar Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang sangat agung adalah pemuliaan terhadap para sahabat Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam, tanpa berlebih-lebihan.

✅ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَمِنْ أُصُولِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ: سَلَامَةُ قُلُوبِهِمْ وَأَلْسِنَتِهِمْ لِأَصْحَابِ مُحَمَّدٍ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah selamatnya hati dan lisan mereka terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.” [Al-Aqidah Al-Washitiyyah, hal. 115 no. 250, cet. Adhwaaus Salaf Riyadh, 1420 H]

✅ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam syarah-nya menerangkan,

“Selamatnya hati adalah tidak membenci, hasad, dengki dan marah terhadap sahabat. Adapun selamatnya lisan adalah tidak mengucapkan sesuatu yang tidak layak bagi sahabat. Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersih dari perbuatan tercela itu, hati mereka penuh dengan cinta, penghormatan dan pemuliaan terhadap para sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.” [Syarhul Aqidah Al-Washitiyyah, 2/247-248]

✅ Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata dalam kitabnya Risalah Ila Ahlil Qosim,

“Aku mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, aku hanya menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka, mendoakan keridhoan untuk mereka, memohon ampun untuk mereka, aku tidak berbicara tentang kejelekan-kejelekan mereka dan perselisihan yang terjadi diantara mereka dan aku yakini keutamaan mereka, sebagai pengamalan terhadap firman Allah ta’ala,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (Al-Hasyr: 10)." [Dinukil dari Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, hal. 129-130]

5. Apa Kewajiban Pemerintah terhadap Pencela Sahabat?

✅ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

من لعن أحدا من أصحاب النبى صلى الله عليه وسلم كمعاوية بن أبى سفيان وعمرو بن العاص ونحوهما ومن هو أفضل من هؤلاء كأبى موسى الأشعرى وأبى هريرة ونحوهما أو من هو أفضل من هؤلاء كطلحة والزبير وعثمان وعلى بن أبى طالب أو أبى بكر الصديق وعمر أو عائشة أم المؤمنين وغير هؤلاء من أصحاب النبى صلى الله عليه وسلم فإنه مستحق للعقوبة البليغة باتفاق أئمة الدين وتنازع العلماء هل يعاقب بالقتل أو ما دون القتل

"Barangsiapa melaknat salah seorang sahabat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam seperti Mu'awiyah bin Abi Sufyan, 'Amr bin Al-'Ash dan selain keduanya, apalagi yang lebih afdhal dari mereka seperti Abu Musa Al-'Asy'ari, Abu Hurairah dan selain keduanya, atau yang lebih afdhal lagi dari mereka seperti Thalhah, Az-Zubair, 'Utsman dan Ali bin Abi Thalib, atau Abu Bakr Ash-Shiddiq dan Umar, atau Aisyah Ummul Mukminin dan para sahabat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam selain mereka, maka ia pantas mendapatkan hukuman yang berat menurut kesepakatan para ulama agama Islam, hanya saja ulama berbeda pendapat apakah ia dihukum mati atau tidak sampai dihukum mati." [Majmu' Al-Fatawa, 35/58]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

💻 Sumber: http://sofyanruray.info/sikap-seorang-muslim-terhadap-para-sahabat-nabi-muhammad-shallallahualalaihi-wa-sallam/


══════ ❁✿❁ ══════


Share:

Monday 1 February 2016

Urusan Macet Karena Maksiat

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata :

وَمِنْهَا تَعْسِيْرُ أُمُوْرِهِ عَلَيْهِ فَلاَ يَتَوَجَّهُ لِأَمْرٍ إِلاَّ يَجِدُهُ مُغْلَقًا دُوْنَهُ أَوْ مُتَعَسِّراً عَلَيْهِ, وَهَذَا كَمَا أَنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ جَعَلَ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا, فَمَنْ عَطَّلَ التَّقْوَى جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ عُسْرًا, وَيَالله الْعَجَب كَيْفَ يَجِدُ الْعَبْدُ أَبْوَابَ الْخَيْرِ وَالْمَصَالِحِ مَسْدُوْدَةً عَنْهُ مُتَعَسِّرَةً عَلَيْهِ وَهُوَ لاَ يَعْلَمُ مِنْ أَيْنَ أَتَى

“Diantara dampak seseorang bermaksiat adalah Allah menyulitkan urusannya, maka tidaklah ia menuju suatu urusan kecuali ia mendapati urusan tsb tertutup baginya, sulit utk ditempuhnya. Hal ini sebagaimana bahwasanya barang siapa yg bertakwa kpd Allah maka Allah akan memudahkan urusannya. Barang siapa yg membuang ketakwaannya maka Allah akan menyulitkan urusannya. Sungguh mengherankan bagaimana seorang hamba mendapati pintu-pintu kebaikan & kemaslahatan telah tertutup di hadapannya & sulit baginya, lantas ia tdk tahu kenapa bisa hal ini menimpanya?!” (Al-Jawaab al-Kaafi)

Maka jika anda merasa urusan2 anda sulit & terhambat bahkan sering gagal… maka koreksilah diri anda…jgn2 pakaian ketakwaan anda mulai anda tanggalkan sedikit demi sedikit.
Sebaliknya jika anda dimudahkan urusannya…bahkan datang rizki dari arah yg tdk di sangka2, maka smg itu semua adalah kabar baik akan pertanda ketakwaan anda. Allah berfirman :

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa bertakwa kpd Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yg tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yg bertawakkal kpd Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS At-Tholaaq :2-3)

🍃 Adapun jika anda terus bermaksiat akan tetapi rizki & urusan terus lancar maka waspadalah… Jgn2 itu adalah istidroj..

✒️ Ustadz Firanda Andirja, MA
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

Share: